Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang
membangun teater itu sendiri (Nurgiyantoro, 2002). Unsur-unsur inilah yang
menyebabkan teater hadir sebagai teater, unsur-unsur yang secara faktual akan
dijumpai jika orang menyaksikan teater. Unsur intrinsik sebuah
drama adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita.
Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah drana
berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita penonton, unsur-unsur
(cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita menyaksikan sebuah naskah drama.
Kurang lebih terdapat 9 unsur intrinsik dalam teater,
diantaranya :
1. Judul
Judul adalah kepala karangan atau nama yang
dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan isi buku
tersebut. Judul suatu karya (buku) drama juga merupakan kunci untuk melihat
keseluruhan makna drama. Judul isi karangan selalu berkaitan erat. Drama
sebagai teater dan merupakan cabang sini tergolong sebagai karya fiksi.
Sugiarta dalam Sudjarwadi (2004) menjelaskan, judul pada karya fiksi bersifat
manasuka, dapat diambil dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita,
dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita untuk menarik perhatian.
Judul
karangan seringkali berfungsi menunjukan unsur-unsur tertentu dari teater,
misalnya :
- Dapat menunjukan tokoh utama
- Dapat menunjukan alur atau waktu
- Dapat menunjukan objek yang dikemukakan
dalam suatu cerita
- Dapat mengidentifikasi keadaan atau
suasana cerita
- Dapat mengandung beberapa pengertian
2. Tema
Tema adalah ide yang mendasari cerita sehingga
berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya
Tema dikembangkan dan ditulis pengarang dengan bahasa yang indah sehingga
menghasilkan teater atau drama. Tema merupakan ide pusat atau pikiran pusat,
arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam teater, gagasan sentral yang
menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber konflik-konflik.
3. Plot atau alur
Babak adalah bagian dari plot atau alur dalam
sebuah drama yang ditandai oleh perubahan setting atau latar. Sedangkan adegan
merupan babak yang ditandai oleh perubahan jumlah tokoh ataupun perubahan yang
dibicarakan.
4. Tokoh cerita
dan perwatakan
Tokoh cerita adalah individu rekaan yang
mengalami peristiwa dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh cerita dapat berupa
manusia, binatang, makhluk lain seperti malaikat, dewi-dewi, bidadari, setan
atau iblis, jin, setan, sikuman, roh, dan benda-benda yang diinsankan. Tokoh
dalam teater memiliki perwatakan. Adanya watak yang berbeda-beda menyebabkan
timbulnya peristiwa atau konflik yang membuat cerita semakin menarik.
Berdasarkan segi peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam suatu cerita
dibedakan menjadi dua bagian. Yaitu central character (tokoh utama) dan peripheral
character (tokoh tambahan). Ada dua macam tokoh, yaitu tokoh utama dan
tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penderitaannya dalam
suatu teater (drama).
Ada tiga
kriteria untuk menentukan tokoh utama, yaitu :
- Mencari tokoh yang paling
banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain.
- Mencari tokoh yang paling
banyak membutuhkan waktu penceritaan
- Melihat intensitas keterlibatan
tokoh dalam peristiwa yang membangun cerita (tema)
Berdasarkan fungsinya dalam drama, tokoh cerita
ada empat macam, yaitu tokoh protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran
pembantu. Ada pula pendapat lain, bahwa ada tiga macam tokoh cerita, yaitu
tokoh utama, tokoh pendamping, dan tokoh tambahan. Berdasarkan wataknya, tokoh
cerita dibedakan menjadi dau jenis, yaitu flat character (tidak
mengalami perubahan) dan round character (mengalami perubahan).
5. Teknik Dialog
Dialog merupakan hubungan tokoh yang satu
dengan tokoh yang lain. Dialog berfungsi menghubungkan tokoh yang satu dengan
tokoh yang lain. Dialog juga berfungsi menggerakan cerita dan melihat watak
atau kepribadian tokoh cerita.
Ada dua macam tenik dialog, yaitu monolog dan
konversi (percakapan). Ada juga teknik dialog dalam bentuk prolog dan epilog.
Prolog berarti pembukaan atau peristiwa pendahuluan yang diucapakan pemeran
utama dalam sandiwara. Epilog berarti bagian penutup pada karya drama untuk
menyampaikan atau menafsirkan maksud karya drama tersebut.
6. Konflik
Konflik adalah pertentangan. Tokoh cerita dapat
mengalami konflik, baik konflik dengan diri sendiri, dengan orang / pihak lain,
maupun dengan lingkungan alam. Seperti halnya biasa, tokoh cerita dalam drama
juga mengalami konflik. Konflik dapat membentuk rangkaian peristiwa yang
memiliki hubungan kausalitet. Konflik di dalam karya drama dapat menimbulkan
atau menambah nilai estetik. Tanpa konflik antar tokoh cerita, suatu karya
drama terasa monoton, akibatnya penonton atau penonton drama menjadi bosan.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa konflik
dibagi menjadi dua bagian, yaitu konflik eksternal dan internal. Ada juga
pendapat lain yang menyatakan bahwa konflik ada tiga macam, yaitu konflik
mental (batin), konflik sosial, dan konflik fisik. Konflik merupakan kunci
untuk menemukan alur cerita. Dengan adanya konflik, maka cerita dapat
berlangsung. Konflik berkaitan dengan unsure intriksik yang lain, seperti
tokoh, tema latar, dan tipe drama. Konflik dapat menggambarkan adanya tipe
drama.
7. Latar
Latar adalah lingkungan tempat berlangsungnya
peristiwa yang dapat dilihat, termasuk di dalamnya aspek waktu, iklim, dan
periode sejarah. Latar mendukung dan menguatkan tindakan tokoh-tokoh cerita.
Latar memberikan pijakan cerita dan kesan realistis kepada penonton untuk
menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi
(Nurgiyantoro, 1995).
Fungsi
latar yaitu:
1.
menggambarkan situasi
2.
proyeksi keadaan batin para tokoh cerita
3.
menjadi metafor keadaan emosional dan spiritual tokoh cerita
4.
menciptakan suasana
8. Amanat
Menurut Akhmad Saliman (1996 : 67) amanat adalah segala sesuatu yang ingin
disampaikan pengarang, yang ingin ditanakannya secara tidak langsung ke dalam benak
para penonton dramanya.
Amanat di dalam drama ada yang langsung
tersurat, tetapi pada umumnya sengaja disembunyikan secara tersirat oleh
penulis naskah drama yang bersangkutan. Hanya pentonton yang profesional aja
yang mampu menemukan amanat implisit tersebut.
9. Bahasa
Menurut Akhmad Saliman (1996 : 68), bahasa yang
digunakan dalam drama sengaja dipilih pengarang dengan titik berat fungsinya
sebagai sarana komunikasi.
Setiap penulis drama mempunyai gaya sendiri
dalam mengolah kosa kata sebagai sarana untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaannya. Selain berkaitan dengan pemilihan kosa kata, bahasa juga berkaitan
dengan pemilihan gaya bahasa (style).
Bahasa yang dipilih pengarang untuk kemudian
dipakai dalam naskah drama tulisannya pada umumnya adalah bahasa yang mudah
dimengerti (bersifat komunikatif), yakni ragam bahasa yang dipakai dalam
kehidupan kesehatian. Bahasa yang berkaitan dengan situasi lingkungan, sosial
budyaa, dan pendidikan.
Bahasa yang dipakai dipilih sedemikian rupa
dengan tujuan untuk menghidupkan cerita drama, dan menghidupkan dialog-dialog
yang terjadi di antara para tokoh ceritanya. Demi pertimbangan komunikatif ini
seorang pengarang drama tidak jarang sengaja mengabaikan aturan aturan yang ada
dalam tata bahasa baku.